Bahan pangan adalah bahan yang digunakan untuk menghasilkan pangan. Sedangkan produk pangan adalah hasil penanganan atau pengelolaan bahan pangan. Meskipun kondisinya jauh berbeda, keduanya mengalami proses penurunan mutu. Bahan pangan mengalami penurunan mutu dari sejak dipanen atau ditangkap hingga ke tangan konsumen, baik konsumen akhir maupun antara.
Konsumen akhir merupakan konsumen yang langsung menangani bahan tersebut untuk dikonsumsi. Konsumen antara menangani bahan pangan untuk dikirim kepada konsumen akhir (pedagang) atau ditangani dan diolah lebih dahulu menjadi produk pangan (industri) bagi kebutuhan konsumen akhir. Meskipun keduanya adalah konsumen antara, mempengaruhi penurunan mutu, dan upaya yang dapat dilakukan untuk menghambat penurunan mutu tersebut.
Mutu Bahan Pangan
Mutu adalah gabungan dari sejumlah atribut yang dimiliki oleh bahan atau produk pangan yang dapat dinilai secara organoleptik. Atribut tersebut meliputi parameter kenampakan, warna, tekstur, rasa dan bau (Kramer dan Twigg, 1983).
Menurut Hubeis (1994), mutu dianggap sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standar dan spesifikasi), terutama sifat organoleptiknya. Mutu juga dapat dianggap sebagai kepuasan (akan kebutuhan dan harga) yang didapatkan konsumen dari integritas produk yang dihasilkan produsen.
Berdasarkan ISO/DIS 8402 – 1992, mutu didefinisikan sebagai karakteristik menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk, kegiatan, proses, organisasi atau manusia, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan (Fardiaz, 1997).
Karakteristik Mutu Bahan Pangan
Kramer dan Twigg (1983) telah mengklasifikasikan karakteristik mutu bahan pangan menjadi dua kelompok, yaitu:
- Karakteristik fisik atau karakteristik tampak, meliputi penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik; kinestika yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau dan cicip
- Karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis.
Mutu berbeda dengan kualitas. Pisang batu mempunyai kualitas lebih baik sebagai bahan baku rujak gula, namun pisang yang bermutu baik adalah cavendish karena memiliki sejumlah atribut baik. Hanya satu karakteristik baik yang dimiliki oleh pisang batu, yaitu daging buahnya berbiji sehingga cocok untuk rujak. Pisang cavendish memiliki sejumlah karakteristik baik, yaitu rasa yang manis, kulitnya mulus, bentuknya menarik, dan tekstur daging buahnya lembut. Dengan demikian, cavendish merupakan buah pisang yang bermutu baik sedangkan
pisang batu merupakan pisang berkualitas baik untuk dibuat rujak.
Istilah kualitas berbeda pengertiannya antara satu orang dengan lainnya. Kualitas bahan pangan dapat dikatakan baik hanya karena karakter ukuran, jenis, atau kesegarannya. Harga jual bahan pangan yang mahal dianggap lebih berkualitas dibandingkan dengan harga jual yang lebih murah. Sebagai contoh, durian monthong dari Thailand dianggap lebih berkualitas dibandingkan durian lokal yang harganya relatif murah.
1. Mutu Objektif
Metode pengujian mutu dengan menggunakan alat dikenal dengan metode pengujian mutu secara objektif. Jenis pengujian mutu secara objektif meliputi metode fisik, uji kimia, uji fisiko-kimia, uji mikrobologi, uji mikro analitik dan histologis. Untuk memonitor umur simpan produk pangan diperlukan korelasi antara hasil uji sensori dengan hasil pengukuran mutu dengan alat atau instrumen.
Metode pengukuran mutu dengan alat dapat digunakan untuk mengungkapkan karakteristik atau sifat-sifat mutu pangan yang tersembunyi. Umumnya, hasil pengukuran karakteristik mutu dengan uji sensori memiliki nilai korelasi yang tinggi dengan hasil pengukuran karakteristik mutu dengan alat. Metode pengukuran uji fisik digunakan untuk menguji warna, volume, tekstur, viskositas atau kekentalan dan konsistemsi, keempukan dan
keliatan, serta bobot jenis.
Metode Pengukuran
Metode pengukuran untuk uji kimia dibagi dua kelompok, yaitu:
- Analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar abu;
- Analisis kualitatif/kuantitatif, yaitu komponen makro (protein, lemak, karbohidrat) maupun unsur mikro (kadar asam lemak, kadar gula, kadar asam amino).
Cara pengukuran untuk uji fisiko-kimia, antara lain :
- Alat pH-meter untuk mengukur keasaman;
- Refraktometer, untuk mengukur indeks refraksi (untuk mengukur kadar total padatan: terlarut);
- Kolorimeter, untuk mengukur warna dan untuk menentukan kadar nitrogen, fosfor, sitrat, vanili gula dan sebagainya;
- Spektrometer untuk analisis kualitatif.
Metode pengukuran uji mikrobiologis, digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif mikroorganisme, seperti bakteri, kapang, ragi dan protozoa. Uji mikrobiologis yang terkenal adalah uji total jumlah mikroba (total plate counts) dan uji koliform untuk mikroorganisme yang terdapat dalam kotoran manusia sebagai indikator apakah makanan tersebut tercemar atau tidak.
Uji mikroanalitik dan histologis digunakan untuk menganalisis unsur-unsur mikro, vitamin dan mineral, baik dengan teknologi spektrometri, kromatografi, maupun fotomikroskopi. Studi histologis dilaksanakan dengan kombinasi mikroskopi, baik sinar tampak, polarisasi maupun elektron. Uji histologis digunakan untuk mendapatkan gambaran (image) struktur jaringan maupun pola kehidupan di dalam sel jaringan hewani, nabati maupun mikroorganisme, maupun uji microstructure produk lainnya.
Kalibrasi peralatan untuk pengukuran mutu dengan alat sangat penting, sebab keakuratan dan kecermatan hasil pengukuran menjadi dasar kesahihan dan menentukan dapat/tidaknya dipercaya hasil yang diperoleh pada semua jenis analisis.
2. Mutu Subjektif: Mutu Sensori Atau Mutu Organoleptik
Uji sensori sangat penting dalam industri pangan karena hasilnya merupakan pintu terakhir yang menentukan apakah produk tersebut dapat dijual atau tidak. Karakteristik mutu yang diuji dengan uji sensori terutama adalah warna, flavor (kombinasi rasa dan bau), aroma, tekstur, dan konsistensi atau kekentalan produk.
Mutu sensori bahan pangan adalah ciri karakteristik bahan pangan yang dimunculkan oleh satu atau kombinasi dari dua atau lebih sifat-sifat yang dapat dikenali dengan menggunakan pancaindra manusia.
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap pembentukan sensasi rasa adalah: persepsi terhadap faktor penampakan fisik (warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik), faktor kinestetika (tekstur, viskositas, konsistensi, dan perasaan di mulut atau mouth feel) dan faktor flavor (kombinasi rasa atau taste dengan bau atau odor).
Uji Sensori
Ada 3 kelompok besar uji sensori, yaitu uji pembedaan (difference test), uji penerimaan (acceptance test) dan uji deskriptif (descriptive test).
Cara pengukuran yang paling umum untuk uji pembedaan adalah uji perbandingan berpasangan, uji segitiga dan uji duo-trio. Cara lain yang kurang umum adalah uji dua-darilima, uji penjenjangan, uji pembedaan terhadap kontrol. Jenis dan jumlah panelis untuk uji pembedaan bervariasi sesuai dengan jenis dan cara pengukuran yang dilakukan. Penggunaan panelis terlatih diharapkan menghasilkan pengukuran yang lebih baik.
Cara pengukuran uji penerimaan ada tiga macam, yaitu uji pembandingan kesukaan berpasangan, uji penjenjangan sampel jamak dan uji penilaian hedonik. Uji penerimaan tidak harus menggunakan panel terlatih, tetapi jika menggunakan panel tak terlatih jumlah panelisnya 50 orang.
Keunggulan uji sensori adalah mampu mendeskripsikan sifat-sifat tertentu yang tidak dapat digantikan dengan cara pengukuran menggunakan mesin, instrumen ataupun peralatan lain. Kelemahannya, antara lain bias, kesalahan panelis, kesalahan pengetesan, subyektivitas, kelemahan-kelemahan pengendalian peubah, dan ketidaklengkapan informasi.