Sifat Bahan Pangan

Bahan pangan adalah bahan yang digunakan untuk menghasilkan pangan. Sedangkan produk pangan adalah hasil penanganan atau pengelolaan bahan pangan. Meskipun kondisinya jauh berbeda, keduanya mengalami proses penurunan mutu. Bahan pangan mengalami penurunan mutu dari sejak dipanen atau ditangkap hingga ke tangan konsumen, baik konsumen akhir maupun antara.

Konsumen akhir merupakan konsumen yang langsung menangani bahan tersebut untuk dikonsumsi. Konsumen antara menangani bahan pangan untuk dikirim kepada konsumen akhir (pedagang) atau ditangani dan diolah lebih dahulu menjadi produk pangan (industri) bagi kebutuhan konsumen akhir. Meskipun keduanya adalah konsumen antara, mempengaruhi penurunan mutu, dan upaya yang dapat dilakukan untuk menghambat penurunan mutu tersebut.

Sifat Bahan Pangan

Berdasarkan jenisnya, sifat dari bahan pangan dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu sifat fisik, kimiawi, dan biologis.

Peranan pedagang dan industri dalam menangani bahan pangan berbeda. Pedagang akan selalu berusaha menjaga mutu dari bahan pangan agar tetap baik sampai ke tangan konsumen. Sedangkan industri, selain menjaga mutu dari bahan pangan juga akan berusaha menjaga produk pangan yang dihasilkan agar tidak tercemar sampai ke tangan konsumen.

Pencemaran yang dialami oleh bahan pangan akan mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan. Namun yang lebih menghawatirkan adalah pencemaran bahan pangan dapat menyebabkan sakit atau keracunan bagi konsumen yang mengkonsumsinya. Untuk mempertahankan mutu bahan atau produk pangan diperlukan pemahaman tentang sifat bahan pangan dan faktor yang penurunan mutu produk pangan.

1. Sifat Fisik dari Bahan Pangan

Sifat fisik yang memiliki hubungan erat dengan sifat dari bahan pangan antara lain sifat alometrik, tekstur, kekenyalan, koefisien gesek, dan konduktivitas panas.

Dilihat dari sifat fisik ini memiliki kaitan sangat erat dengan mutu bahan pangan karena dapat digunakan sebagai informasi dasar dalam menentukan tingkat metode penanganan dan atau bagaimana mendesain peralatan pengolahan terutama yang bersifat otomatis.

a. Hubungan Alometrik

Kekuatan, ukuran, bentuk bahan pangan merupakan sifat fisik penting yang berperan dalam pengolahan. Sifat fisik tersebut dapat menentukan metode penanganan dan desain peralatan pengolahan. Ukuran dan bentuk fisik merupakan sifat dasar yang penting.

Pada kerang-kerangan, dimensi kerang, rasio dimensi kerang, rasio volume ruang dengan volume total dan berat kerang dapat membantu dalam penentuan peralatan penanganan dan potensi daging per wadah.

Informasi mengenai ukuran dan bentuk bahan pangan dapat membantu dalam pembuatan alat seleksi. Jenis bahan pangan, kondisi pertumbuhan, tempat hidup dan faktor lingkungan lainnya akan berpengaruh terhadap dimensi bahan pangan dan dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap rasio dimensi peralatan.

b. Tekstur

Tekstur bahan pangan beraneka ragam, mulai dari yang tekstur halus hingga kasar. Sifat bahan pangan dilihat dari tekstur bahan pangan berkaitan dengan perlindungan alami dari bahan pangan tersebut. Namun dari sisi sebagai bahan pangan, tekstur memiliki kaitan erat dengan cara penanganan dan pengolahan bahan pangan.

Pengujian tekstur bahan pangan sudah banyak dilakukan dengan menggunakan alat penggunting atau penusuk.

Informasi yang diperoleh akan berguna untuk menentukan berapa  kekuatan yang diperlukan apabila akan menggunakan produk tersebut. Lebar bahan pangan akan mempengaruhi energi yang diperlukan untuk memotong.

c. Kekenyalan

Kekenyalan bahan pangan erat kaitannya dengan jumlah dan jenis tenunan pengikat yang dimiliki dan tingkat kesegaran. Setiap bahan pangan akan memiliki jumlah dan jenis tenunan pengikat yang berbeda dengan bahan pangan lainnya dan akan mempengaruhi kekenyalannya.

Contoh: Daging sapi lebih kenyal daripada daging ikan karena memiliki tenunan pengikat lebih banyak dan besar.

Pengukuran kekenyalan bahan pangan dapat dilakukan dengan menggunakan hardness tester atau pnetrometer.

d. Koefisien Gesek

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap bahan pangan memiliki tekstur yang berbeda dengan bahan pangan lainnya. Ada bahan pangan yang memiliki tekstur halus (misal biji-bijian) atau kasar (nenas, durian, dan nangka).

Tekstur ini berpengaruh terhadap koefisien gesek. Bahan pangan dengan tekstur lebih kasar memiliki koefisien gesek lebih besar dibandingkan bahan pangan dengan tekstur lebih halus. Dibutuhkan energi lebih besar untuk menggeser bahan pangan dengan koefisien gesek besar.

Salah satu cara penanganan bahan pangan yang memanfaatkan koefisien gesek dari bahan tersebut adalah pengangkutan dengan sistem ban berjalan.

Pengetahuan mengenai koefisien gesekan berbagai bahan pangan sangat penting sebagai informasi dalam mendisain peralatan dan merancang sarana transportasi produk selama penanganan atau pengolahan.

Alat yang dapat digunakan untuk mengangkut dan tempat untuk menyimpan durian akan berbeda dengan alat pengangkut ataupun tempat untuk menyimpan telur ayam. Durian diangkut dengan wadah terbuat dari papan atau karton yang tebal sedangkan untuk telur ayam biasanya menggunakan wadah berbahan karton atau plastik dengan bentuk yang disesuaikan bentuk telur. Hal ini berkaitan dengan koefisien gesek yang berbeda.

Demikian pula dengan disain alat pembersih ikan dan alat pengupas apel. Kulit apel bisa dikupas dengan menggunakan pisau, sedangkan sisik ikan lebih mudah untuk dibersihkan dengan memakai sikat kawat.

e. Konduktifitas Panas

Pengertian konduktivitas panas adalah jumlah panas yang dapat mengalir per satuan waktu melalui suatu bahan dengan luas dan ketebalan tertentu per unit temperatur.

Konduktivitas panas banyak digunakan dalam proses pendinginan atau pemanasan karena berkaitan dengan transfer panas secara konduksi. Nilai konduktivitas panas suatu bahan pangan akan bervariasi terhadap kandungan air dan temperatur. Meningkatnya nilai kandungan air dan temperatur akan meningkatkan konduktivitas panas.

Nilai konduktivitas panas bahan pangan juga dipengaruhi oleh kombinasi antara arah aliran panas dengan arah serat bahan pangan. Besarnya aliran panas akan meningkat bila memiliki sejajar dengan arah serat. Pada produk daging beku, perbedaan aliran panas antara aliran panas yang sejajar dan tegak lurus searah serat berkisar antara 10 – 20 persen.

Besar nilai konduktivitas panas dari bahan pangan sudah banyak disajikan lebih rinci dalam buku-buku pangan. Berdasarkan tabel nilai konduktivitas panas tersebut dapat ditentukan jenis dari bahan baku yang akan digunakan dalam pembuatan wadah penyimpanan, bahan pengemas yang sesuai, dan lama penyimpanan bahan pangan.

f. Panas Spesifik

Penghitungan beban panas yang dilepaskan oleh bahan pangan membutuhkan pengetahuan mengenai panas spesifik. Adapun pengertian panas spesifik bahan pangan adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan temperatur satu satuan kuantitas bahan pangan sebesar satu derajat dikali bobot produk dikali perubahan temperatur yang diinginkan.

Informasi tentang panas spesifik sangat penting dalam kegiatan pendinginan, pembekuan, atau pemanasan. Dalam proses pendinginan, pembekuan, maupun pemanasan, apabila wujud dari bahan pangan mengalami perubahan, maka nilai dari variabel panas spesifik harus dimasukkan dalam penghitungan beban panas. Adapun yang dimaksud dengan beban panas adalah jumlah panas yang harus dikeluarkan dari bahan pangan selama berlangsung proses pendinginan, pembekuan, atau pemanasan.

Bahan pangan yang berasal dari produk nabati diketahui masih tetap hidup meskipun telah dipanen sehingga bahan pangan masih melakukan aktivitas respirasi yang akan menghasilkan panas. Dengan demikian, pada bahan pangan yang masih hidup, maka besarnya nilai variabel panas respirasi tersebut harus dimasukkan dalam penghitungan beban panas.

Informasi mengenai nilai panas spesifik bahan pangan diperlukan dalam merancang sarana untuk pengangkutan dan penyimpanan. Sarana untuk pengangkutan dan penyimpanan yang dilengkapi unit pengaturan suhu lingkungan sangat membutuhkan informasi panas spesifik dari bahan pangan yang kelak akan diangkut atau disimpan. Informasi mengenai panas spesifik merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan pemilihan bahan baku dan proses rancang bangun.

g. Panas Laten

Panas laten adalah jumlah panas yang harus dilepaskan oleh bahan pangan untuk merubah fase bahan pangan tersebut pada suhu konstan. Di dalam bahan pangan, perubahan air dari wujud cair ke padat (es) pada suhu konstan (0°C) akan melepaskan sejumlah energi panas dan sebaliknya perubahan dari bentuk padat ke cair juga membutuhkan energi panas.

Peristiwa perubahan wujud yang pertama (dari air menjadi es), energi panas yang dilepaskan oleh air harus diserap oleh media lain agar perubahan tersebut dapat berlangsung. Dalam lemari es, energi panas yang dilepaskan oleh air selama proses perubahan tersebut diserap oleh freon.

Pada peristiwa perubahan kedua (dari padat ke cair), energi panas yang dibutuhkan dapat diambil dari lingkungannya. Fenomena inilah yang dijadikan dasar dalam merancang peralatan dan sarana penyimpanan bahan pangan.

h. Panas Respirasi

Setiap bahan pangan yang masih hidup akan melakukan aktivitas metabolisme dan energi panas yang dihasilkannya disebut panas respirasi. Panas respirasi adalah panas yang dihasilkan karena adanya aktivitas metabolisme dari bahan pangan, misal biji-bijian, ternak atau ikan yang baru mati. Panas respirasi ini sangat berpengaruh terhadap beban panas, terutama pada bahan pangan nabati, sehingga sangat berpengaruh selama dalam masa pengangkutan dan penyimpanan.

Panas respirasi dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Meningkatnya suhu lingkungan akan meningkatkan panas respirasi karena terjadi peningkatan aktivitas metabolisme seiring dengan meningkatnya suhu lingkungan

i. Penyebaran Panas

Informasi mengenai penyebaran panas dalam bahan pangan sangat membantu pada proses pengolahan bahan pangan yang mengandalkan perubahan suhu. Penyebaran panas dalam bahan pangan dipengaruhi juga oleh kandungan air.

2. Sifat Kimiawi dari Bahan Pangan

Sifat kimiawi dari bahan pangan ditentukan oleh senyawa kimia yang terkandung sejak mulai dari bahan pangan dipanen/ditangkap hingga diolah. Perubahan kandungan senyawa kimia pada bahan pangan tergantung dari tingkat kematangan biologis, jenis kelamin, kematangan seksual, temperatur, suplai makanan atau pupuk, stres, atau parameter lingkungan lainnya.

Sebagian besar bahan pangan memiliki kandungan air relatif tinggi. Dengan kandungan air demikian, bahan pangan tersebut merupakan media yang baik bagi mikroba pembusuk untuk tumbuh dan berkembang. Upaya dilakukan untuk menurunkan kandungan air dalam bahan pangan sampai batas dimana mikroba tidak dapat tumbuh dan berkembang masih terus dikembangkan. Keberhasilan upaya ini akan dapat meningkatkan masa simpan bahan pangan.

Pada komoditas perikanan dan beberapa bahan pangan nabati lainnya diketahui mengandung minyak yang dapat diekstrak. Hati ikan hiu, kelapa, bunga matahari, dan jagung merupakan sejumlah bahan pangan yang telah diketahui banyak mengandung minyak.

Minyak memiliki beberapa sifat khas, yaitu temperatur beku dan leleh, jumlah ikatan rangkap yang menentukan tingkat kejenuhan. Jumlah minyak yang dapat diekstrak tergantung dari jenis bahan pangan, musim, makanan yang dikonsumsi, siklus perkawinan, dan temperatur lingkungan.

Tingkat kemanisan yang dimiliki bahan pangan dipengaruhi oleh temperatur lingkungan. Jagung muda (baby corn) atau ubi jalar lebih terasa manis apabila sebelum dimasak disimpan terlebih dahulu pada suhu rendah.

Pada suhu rendah, karbohidrat yang dikandung oleh jagung muda atau ubi jalar berada dalam bentuk glukosa sehingga terasa manis. Kandungan senyawa kimia juga akan berubah apabila bahan pangan mengalami stres menjelang kematiannya. Ternak dan ikan yang mengalami stres berat menjelang kematiannya akan memiliki masa simpan relatif lebih singkat dibandingkan dengan ternak dan ikan yang tidak stres. Selama stres, ternak dan ikan banyak menggunakan energinya sehingga cadangan energi yang dimilikinya menjadi berkurang. Energi cadangan ini sangat diperlukan bagi ternak dan ikan untuk mempertahankan kesegaran daging setelah kematian

Derajat keasaman (pH) dapat menggambarkan jumlah ion H+ yang terkandung dalam bahan pangan. Nilai pH merupakan log dari ion H+ dan besarnya berkisar 1 – 14. Nilai 7 artinya pH bahan pangan netral, Nilai <7 artinya pH-nya asam, dan >7 berarti pH-nya basa. Peningkatan kandungan ion H+ akan menurunkan pH sehingga tercipta lingkungan bersuasana asam.

Bahan pangan dengan nilai pH rendah cenderung memiliki masa simpan lebih lama dibandingkan dengan bahan pangan yang memiliki nilai pH mendekati netral, karena sebagian besar mikroba pembusuk tidak tahan hidup pada lingkungan dengan pH rendah.

Nilai pH daging ikan lebih tinggi dibandingkan daging ternak. Ikan mati memiliki pH mendekati netral (± 6.4 – 6.8) sedangkan daging ternak memiliki pH lebih rendah (± 5.3 – 6.0). Oleh karena itu, ikan memiliki masa simpan relatif singkat dibandingkan masa simpan dari daging ternak.

Kenyataan ini telah mendasari para ahli pangan untuk menurunkan pH lingkungan sehingga dapat mengawetkan bahan pangan.

2. Sifat Biologi dari Bahan Pangan

Sifat biologis mempunyai peranan sangat penting dalam merancang proses penanganan dan pengolahan. Sifat biologis yang utama dari bahan pangan adalah kandungan mikrobanya.

Sebagian besar bahan pangan memiliki kandungan mikroba sejak dipanen atau ditangkap. Mikroba ini tersebar di seluruh permukaan. Sebagian mikroba tersebut merupakan mikroba asli (flora alami) yang berasal dari alam dan melekat pada bahan pangan. Sebagian mikroba lainnya berasal dari kontaminasi. Kontaminasi mikroba dapat berasal dari lingkungan, pakaian yang dikenakan saat menangani atau mengolah bahan pangan, dan dari bahan pangan yang sudah tercemar. Bila kondisi memungkinkan, kedua jenis mikroba ini secara bersamaan akan
menurunkan tingkat kesegaran bahan pangan.

Scroll to Top