K3 atau Kesehatan dan keselamatan kerja di laboratorium merupakan bagian dari pengelolaan laboratorium secara keseluruhan. Laboratorium melakukan berbagai tindakan dan kegiatan terutama berhubungan dengan spesimen yang berasal dari manusia maupun bukan manusia. Bagi petugas laboratorium yang selalu kontak dengan spesimen, maka berpotensi terinfeksi kuman patogen.
Potensi infeksi juga dapat terjadi dari petugas ke petugas lainnya, atau keluarganya dan ke masyarakat. Untuk mengurangi bahaya yang terjadi, perlu adanya kebijakan yang ketat. Petugas harus memahami keamanan laboratorium dan tingkatannya, mempunyai sikap dan kemampuan untuk melakukan pengamanan sehubungan dengan pekerjaannya sesuai Standard Operational Procedure (SOP), serta mengontrol bahan/spesimen secara baik menurut praktik laboratorium yang benar.
Disinfeksi, Sterilisasi dan Dekontaminasi
Disinfeksi cara kimia
1. Natrium hipoklorit
- Bersifat oksidatif kuat, korosif dan aktif terhadap semua mikro organisme.
- Konsentrasi larutan natrium hipoklorit yang dijual untuk keperluan laboratorium adalah 5,25 %, yang mengandung 50 g/l (50.000 ppm) zat klor aktif.
- Tablet atau butiran kalsium hipoklorit (kaporit) mengandung 70 % zat klor aktif. Larutan kalsium hipoklorit dengan konsentrasi 0,7-1,4 dan 7 g/l masing-masing akan mengandung 500-1000 dan 5000 ppm zat klor aktif.
2. Formaldehid
- Dapat dipakai untuk semua mikro organisme. Tidak efektif pada suhu rendah (dibawah 20°C). Efektif pada kelembaban relatif tinggi (70%).
- Biasanya dijual dalam bentuk polimer padat (paraformaldehid), dalam bentuk serbuk, tablet atau gas dalam air (formalin). Konsentrasi formalin adalah 370 g/l (37%). Untuk menstabilkan formalin, digunakan metanol 100 mL/L.
- Formaldehid dengan konsentrasi 18,5 g/l (5% formalin dalam air) dapat digunakan sebagai disinfektan cair dan dianjurkan untuk dipakai terhadap virus Ebola dan virus hepatitis B.
- Gas formaldehid dan formalin dapat digunakan untuk dekontaminasi ruangan (fumigasi).
3. Fenol (Asam karbol)
- Efektif untuk semua bentuk mikroorganisme kecuali spora.
- Digunakan sebagai pengganti natrium hipoklorit.
- Turunan fenol sering merupakan disinfektan kuat misalnya heksaklorofen.
- Memberikan efek yang bervariasi terhadap virus.
4. Iodium
- Cara kerjanya seperti natrium hipoklorit.
- Permukaan tempat kerja dapat dibersihkan dengan larutan iodium 0,075 g/L (75 ppm) kecuali jika terdapat banyak protein.
- Iodium yang dilarutkan dalam etil alkohol dapat membunuh spora.
- Konsentrasi 0,45 g/l (450 ppm) dapat dipakai untuk disinfeksi mikro organisme kelompok risiko empat.
- Formula yang sering dijumpai adalah povidone-iodine (PVI) berupa larutan dengan konsentrasi 10% (mengandung yodium 1%). Untuk penggunaan khusus (misalnya mencuci muka) dapat diencerkan 4 kali dengan air matang. Larutan baru dibuat setiap hari.
- Jangan digunakan terhadap aluminium dan tembaga.
5. Alkohol
- Merusak struktur lipid dengan cara penetrasi ke dalam daerah hidrokarbon dan denaturasi protein sel.
- Alkohol rantai pendek menyebabkan kerusakan membran yang lebih besar dari pada alkohol rantai panjang.
- Yang umum digunakan adalah etanol dan isopropanol.
- Pada suhu kamar, alkohol alifatik tidak dapat membunuh spora, karena itu jangan digunakan untuk sterilisasi alat.
- Aktif terhadap bakteri (kecuali bentuk spora), jamur dan virus berselubung.
- Paling efektif pada konsentrasi 70-90%.
- Campuran dengan disinfeksi lain akan memperkuat daya disinfektan alkohol, misalnya alkohol 70% ditambah formaldehid 100 g/l atau alkohol ditambah zat klor aktif 2 g/l.
6. Glutaraldehid
- Untuk membunuh bakteri dan spora, glutaraldehid 10x lebih kuat dari pada formaldehid. Aktivitasnya mampu menembus lapisan protein
- Relatif kurang toksik dibandingkan formaldehid
- Diduga glutaraldehid bekerja dengan melekat pada gugus sulfhidril atau amino. Sasaran sebenarnya dalam sel belum diketahui
- Sering digunakan untuk sterilisasi alat bedah
- Dijual dalam bentuk larutan dengan konsentrasi 20 g/l (2%) dan umumnya perlu diaktifkan dengan menambah bikarbonat. Larutan akan bersifat alkalis dan harus digunakan dalam 2 minggu. Jika larutan menjadi keruh harus dibuang
- Efek samping: bersifat iritatif, toksik dan mutagenik. Hindari kontak dengan kulit, mata dan saluran napas.
Sterilisasi
1. Sterilisasi Cara Fisik
a. Sterilisasi basah
- Cara ini dipakai untuk mensterilkan bahan-bahan yang mengandung cairan atau perbenihan-perbenihan yang tidak tahan panas sampai 100°C
- Dilakukan dengan uap panas pada tekanan tertentu
- misalnya pada otoklaf, atau dengan cara mendidihkan. Sterilisasi dengan otoklaf paling efesien karena suhu yang dicapai melebihi titik didih air yaitu 121°C dan lama sterilisasi pada umumnya 20 menit. Lama sterilisasi dihitung mulai dari saat suhu mencapai 121°C. Untuk bahan seperti kain kasa dan kapas, lama sterilisasi 30 menit
- Jika dididihkan dengan air, lama sterilisasi adalah 15 menit (setelah air mendidih). Jika di kukus (dengan uap air), lama sterilisasi adalah 30 menit. Kedua cara ini tidak dapat membunuh spora
- Sterilisasi cairan atau setengah padat yang mudah rusak oleh panas, dapat dilakukan dengan cara Tyndalisasi yaitu pemanasan basah pada suhu 80°C selama 30 menit yang dilakukan semala 3 hari
berturut-turut - Untuk mengawasi kualitas sterilisasi basah digunakan spora tahan panas misalnya spora Bacillus stearothermophilus.
b. Sterilisasi kering
- Cara ini dipakai untuk mensterilkan alat-alat gelas seperti erlenmeyer, petridish, tabung reaksi, labu takar, gelas takar dan lain-lain.
- Dilakukan di dalam oven.
- Membutuhkan suhu yang lebih tinggi yaitu umumnya antara 150° – 170°C dan waktu yang lebih lama daripada otoklaf.
- Digunakan terbatas untuk alat gelas dan bahan minyak, gel atau bubuk yang rusak dengan uap.
- Untuk mematikan spora dibutuhkan waktu 2 jam pada suhu 180°C.
c. Sterilisasi Cara Gas
Etilen oksida
- Digunakan untuk sterilisasi bahan yang tidak tahan panas seperti tabung polietilen, alat elektronik dan kedokteran, zat biologik dan obat-obatan
- Merupakan zat pengalkidi (alkylating agent);
- Bekerja aktif terhadap semua bentuk mikroorganisme termasuk spora dan kuman tahan asam;
- Zat ini bekerja terhadap DNA dan RNA;
- Untuk mengawasi kualitas sterilisasi cara ini digunakan spora Bacillus subtilis varniger (globigii).
d. Sterilisasi Cara Penyaringan (Filtrasi)
- Merupakan metode sterilisasi yang dipakai untuk larutan yang tidak tahan panas seperti serum, plasma atau tripsin
- Jenis jaringan yang lama (Berkefeld, Chamberlain, Seitz) saat ini telah diganti dengan penyaring (filter) membran yang terbuat dari selulosa berpori.
a) Penyaring (filter) ini mengabsorpsi hanya sedikit cairan yang difiltrasi sehingga berguna untuk sterilisasi.
b) Ukuran penyaring (filter) yang digunakan untuk sterilisasi adalah0,22 μm karena ukuran ini lebih kecil dari bakteri.
e. Sterilisasi Cara Penyinaran
1. Penyinaran ultra violet
- Terutama digunakan untuk mengendalikan infeksi yang ditularkan melalui udara pada ruangan tertutup seperti ruangan kultur jaringan.
- Sinar ultra violet (UV) merusak DNA dengan cara membantu struktur siklodimer sehingga proses translasi protein terganggu.
- Efektivitas sinar UV sebagai zat yang mematikan berhubungan erat dengan panjang gelombangnya. Panjang gelombang yang paling efektif untuk membunuh bakteri adalah 240-280 nm. Panjang gelombang 260 nm merupakan panjang gelombang yang maksimum diabsorpsi oleh DNA bakteri.
- Satuan energi sinar UV dinyatakan dengan mikrowatt/luas paparan/waktu. Lampu UV 15 watt mampu
memancarkan sinar UV sebesar 38 mikrowatt/cm2/detik pada jarak 1 (satu) meter. - Dosis letal untuk bakteri berkisar antara 1800-6500 mikrowatt/cm2. Spora bakteri membutuhkan dosis 10 kali lebih besar.
- Sinar UV tidak dapat menembus benda padat dan kurang mampu menembus cairan.
- Efek samping: merusak retina mata dan sel-sel yang bermitosis sehingga tidak diperbolehkan bekerja dibawah sinar UV. Selain itu sinar UV juga bersifat mutagenik.
2. Radiasi sinar gamma
- Digunakan untuk sterilisasi alat rumah sakit dalam jumlah besar
- Sumber radiasi yang dipakai adalah Co60 dan Cs137 dengan dosis radiasi bervariasi antara 2,5 – 4,5 Mrad
- Efisiensi sterilisasi tergantung pada jenis bahan, suhu, konsentrasi dan resistensi mikroorganisme terhadap radioaktif
Dekontaminasi
Dekontaminasi ruang laboratorium memerlukan gabungan antara disinfeksi cair dan fumigasi. Permukaan tempat kerja didekontaminasi dengan disinfektan cair, sedangkan untuk ruangan dan alat di dalamnya
digunakan fumigasi. Umumnya fumigasi dilakukan dengan memanaskan paraformaldehid (10,8 gr/m3) yang dicampur dengan 2 bagian KMnO4, atau dengan mendidihkan formaldehid (35 ml/m3).
Fumigasi dapat juga dilakukan dengan gas formaldehid yang didapat dengan cara memanaskan paraformaldehid (10,8 gr/m3) yang dicampur dengan air. Semua jendela dan pintu harus tertutup rapat sebelum difumigasi. Lama fumigasi minimum 8 jam pada pada suhu 21°C dan kelembaban kurang dari 70%.
Setelah fumigasi, semua ruangan harus dibuka minimal jam sebelum orang diperbolehkan masuk. Hindari reservoar air karena formalin mudah larut di dalamnya. Petugas yang melakukan fumigasi sebaiknya mengenakan masker dan kaca mata pelindung.