Good Laboratory Practice – Penanganan Limbah

K3 atau Kesehatan dan keselamatan kerja di laboratorium merupakan bagian dari pengelolaan laboratorium secara keseluruhan. Laboratorium melakukan berbagai tindakan dan kegiatan terutama berhubungan dengan spesimen yang berasal dari manusia maupun bukan manusia. Bagi petugas laboratorium yang selalu kontak dengan spesimen, maka berpotensi terinfeksi kuman patogen.

Potensi infeksi juga dapat terjadi dari petugas ke petugas lainnya, atau keluarganya dan ke masyarakat. Untuk mengurangi bahaya yang terjadi, perlu adanya kebijakan yang ketat. Petugas harus memahami keamanan laboratorium dan tingkatannya, mempunyai sikap dan kemampuan untuk melakukan pengamanan sehubungan dengan pekerjaannya sesuai Standard Operational Procedure (SOP), serta mengontrol bahan/spesimen secara baik menurut praktik laboratorium yang benar.

Penanganan Limbah

Laboratorium dapat menjadi salah satu sumber penghasil limbah cair, padat dan gas yang berbahaya bila tidak ditangani secara benar. Karena itu pengolahan limbah harus dilakukan dengan semestinya agar tidak menimbulkan dampak negatif.

1. Sumber, Sifat dan Bentuk Limbah

Limbah laboratorium dapat berasal dari berbagai sumber:

  • bahan baku yang sudah kadaluarsa
  • bahan habis pakai (misalnya medium perbenihan yang tidak terpakai)
  • produk proses di dalam laboratorium (misalnya sisa spesimen)
  • produk upaya penanganan limbah (misalnya jarum suntik sekali pakai setelah diotoklaf).

Penanganan limbah antara lain ditentukan oleh sifat limbah yang digolongkan menjadi:

  • Buangan bahan berbahaya dan beracun
  • Limbah infektif
  • Limbah radioaktif
  • Limbah umum
    Setiap jenis limbah dibuang dalam wadah tersendiri yang diberi label sesuai peraturan yang ada.

Yang harus dilakukan oleh si pengirim:

  • Hubungi pemberi jasa transportasi dan si penerima (lewat telepon atau faks-email) untuk menjamin agar spesimen diantar dan diperiksa segera
  • Siapkan dokumen pengiriman
  • Atur rute pengiriman, jika mungkin menggunakan penerbangan langsung
  • Kirimkan pemberitahuan secara teratur tentang semua data transportasi kepada si penerima

Bahan infeksi seharusnya tidak dikirim sebelum ada kesepakatan diantara pengirim, pemberi jasa transportasi dan penerima atau sebelum si penerima memastikan dengan yang berwenang bahwa bahan tersebut boleh dimasukkan ke daerah tersebut dengan sah serta tidak akan terjadi keterlambatan dalam pengiriman paket ke tujuannya.

Penerima bertanggung jawab untuk:

  • Mendapatkan ijin yang diperlukan dari yang berwenang
  • Mengirimkan ijin impor, surat yang diperlukan atau dokumen lain yang disyaratkan oleh pejabat dari tempat asal spesimen
  • Segera memberitahukan si pengirim jika bahan kiriman telah diterima

Bentuk limbah yang dihasilkan dapat berupa:

  1. Pelarut organik, bahan kimia untuk pengujian, air bekas pencucian alat, sisa spesimen (darah dan cairan tubuh).
  2. Limbah padat
    Peralatan habis pakai seperti alat suntik, sarung tangan, kapas, botol spesimen, kemasan reagen, sisa spesimen (ekskreta) dan medium pembiakan.
  3. Limbah gas
    Dihasilkan dari penggunaan generator, sterilisasi dengan etilen oksida atau dari termometer yang pecah (uap air raksa).

2. Penanganan dan penampungan

a. Penanganan

Prinsip pengelolaan limbah adalah pemisahan dan pengurangan volume. Jenis limbah harus diidentifikasi dan dipilah-pilah dan mengurangi keseluruhan volume limbah secara berkesinambungan. Memilah dan mengurangi volume limbah klinis sebagai syarat keamanan yang penting untuk petugas pembuangan sampah, petugas emergensi, dan masyarakat.

Dalam memilah dan mengurangi volume limbah harus mempertimbangkan hal-hal berikut ini:

  • Kelancaran penanganan dan penampungan limbah
  • Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus, dengan pemisahan limbah B3 dan non-B3.
  • Diusahakan sedapat mungkin menggunakan bahan kimia non-B3.
  • Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah untuk mengurangi biaya, tenaga kerja dan pembuangan.

Kunci pembuangan yang baik adalah dengan memisahkan langsung limbah berbahaya dari semua limbah di tempat penghasil limbah. Tempatkan masing-masing jenis limbah dalam kantong atau kontainer yang sama untuk penyimpanan, pengangkutan dan pembuangan untuk mengurangi kemungkinan kesalahan petugas dan penanganannya.

b. Penampungan

Harus diperhatikan sarana penampungan limbah harus memadai, diletakkan pada tempat yang pas, aman dan hygienis. Pemadatan adalah cara yang efisien dalam penyimpanan limbah yang bisa dibuang dengan landfill, namun pemadatan tidak boleh dilakukan untuk limbah infeksius dan limbah benda tajam.

c. Pemisahan limbah

Untuk memudahkan mengenal berbagai jenis limbah yang akan dibuang adalah dengan cara menggunakan kantong berkode (umumnya menggunakan kode warna). Namun penggunaan kode tersebut perlu perhatian secukupnya untuk tidak sampai menimbulkan kebingunan dengan sistem lain yang mungkin juga menggunakan kode warna,misalnya kantong untuk linen biasa, linen kotor, dan linen terinfeksi di rumah sakit dan tempat-tempat perawatan.

Pada tabel berikut disajikan contoh bagi unit yang bertanggung jawab dalam penanganan limbah klinis dengan menggunakan kode warna.

d. Standarisasi kantong dan kontainer pembuangan limbah.

Keberhasilan pemisahan limbah tergantung kepada kesadaran, prosedur yang jelas serta ketrampilan petugas sampah pada semua tingkat.

Keseragaman standar kantong dan kontainer limbah mempunyai keuntungan sebagai berikut:

  • Mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf yang dimutasikan antar instansi/unit.
  • Meningkatkan keamanan secara umum, baik pada pekerjaan di lingkungan rumah sakit maupun pada penanganan limbah di luar rumah sakit.
  • Pengurangan biaya produksi kantong dan kontainer.

3. Pengolahan Limbah

a. Buangan Bahan Berbahaya

1) Pengendapan, koagulasi dan flokulasi.

Kontaminan logam berat dalam limbah cair dapat dipisahkan dengan pengendapan, koagulasi dan flokulasi. Tawas, garam besi dan kapur amat efektif untuk mengendapkan logam berat dan partikel koloidnya.

Contoh: 50 mg/FeCI3 yang membentuk Fe(OH)3 dapat mengikat arsen, seng, nikel, mangan, dan air raksa. Pengendapan dapat pula dilakukan dengan menambahkan sulfida.

2) Oksidasi-reduksi.

Terhadap zat organik toksik dalam limbah dapat dilakukan reaksi oksidasi-reduksi sehingga terbentuk zat yang
kurang/tidak toksik.

3) Penukaran ion

Ion logam berat nikel dapat diserap oleh kation, sedangkan anion beracun dapat diserap oleh resin anion.

b. Limbah Infeksi

Semua limbah infeksi harus diolah dengan cara disinfeksi, dekontaminasi, sterilisasi dan insinerasi.

Insinerasi adalah metode yang berguna untuk membuang limbah laboratorium (cair/padat), sebelum atau sesudah diotoklaf dengan membakar limbah tersebut dalam alat insinerasi (insinerator).  Insinerasi bahan infeksi dapat digunakan sebagai pengganti otoklaf hanya jika alat insinerasi berada di bawah pengawasan laboratorium dan dilengkapi dengan alat pengontrol suhu dan ruangan bakar sekunder.

Alat insinerasi dengan ruang bakar tunggal tidak memuaskan untuk menangani bahan infeksi, mayat hewan percobaan dan plastik. Bahan tersebut tidak dirusak dengan sempurna, sehingga asap yang keluar dari cerobongnya mencemari atmosfer dengan mikroorganisme dan zat kimia toksik.

Ada beberapa model ruang bakar yang baik, tetapi yang ideal ialah yang memungkinkan suhu pada ruang bakar pertama paling sedikit 800°C dan pada ruang bakar kedua 1000°C. Waktu retensi gas pada ruang bakar kedua sebaiknya paling sedikit 0,5 detik.

Bahan untuk insinerasi, bahkan bila harus di otoklaf lebih dahulu, harus dikemas dalam kantong plastik. Petugas pelaksana insinerasi harus menerima instruksi yang benartentang jenis bahan dan pengendalian suhu.

Limbah padat harus dikumpulkan dalam kotak limbah yang tutupnya dapat dibuka dengan kaki dan sebelah dalamnya dilapisi kantong kertas atau plastik. Kantong harus diikat dengan selotip sebelum diangkat dari dalam kotak.

Pengolahan limbah padat selanjutnya mengikuti hal berikut:

  • Biarkan meluruh sehingga mencapai nilai batas yang diijinkan jika limbah mengandung zat radioaktif dengan waktu paruh pendek (30 hari).
  • Tambahkan tanah diatome, larutan formaldehid, kapur atau hipoklorit untuk limbah padat yang mudah busuk (misalnya: bangkai hewan percobaan).
  • Lakukan insinerasi jika limbah dapat dibakar (misalnya: kain, kertas).

Limbah gas harus dibersihkan melalui penyaring (filter) sebelum dibuang ke udara). Penyaring harus diperiksa secara teratur.

c. Limbah Radioaktif

Masalah pengelolaan limbah radioaktif dapat diperkecil dengan memakai radioaktif sekecil mungkin, menciptakan disiplin kerja yang ketat dan menggunakan alat yang mudah didekontaminasi.

Ada 2 sistem pengelolaan limbah radioaktif:

  • Dilaksanakan seluruhnya oleh pemakai secara perorangan dengan memakai proses peluruhan, penguburan atau pembuangan.
  • Dilaksanakan secara kolektif oleh instansi pengolahan limbah radioaktif seperti Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN).
Scroll to Top